okeborneo.com, SAMARINDA – Seorang ibu rumah tangga asal Kota Samarinda menciptakan satu motif batik yang diberi nama Batik Buah Baqa. Motif yang dibentuk oleh perempuan bernama lengkap Silvi Videarti ini memiliki kisah tentang kampung halamannya yakni Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang.
Vivi sapaan akrabnya menyebutkan bahwa motif ini berawal saat dirinya mulai tertarik dengan batik, saat dirinya masih duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam kegiatan ekstrakulikuler. Ketertarikannya dengan motif batik membuat ia terus berusaha mengasah kemampuan diri.
Cita – citanya akhirnya terwujud dan saat ini dirinya sudah menjadi pengrajin batik dengan memiliki motif yang siap diperkenalkan ke masyarakat luas dan menjadi khas Kota Samarinda.
“Saya akhirnya bisa pada tahun 2017, mulai belajar untuk bisa menjadi pengrajin batik. Dan mimpi saya menciptakan karya khusus untuk kampung saya,” ungkap Vivi, Sabtu (2/10/2021).
Vivi menjelaskan bahwa Batik Buah Baqa, dalam filosofinya sendiri menggambarkan kemakmuran dan kejayaan Kota Samarinda saat itu.
Untuk diketahui, Kelurahan Baqa merupakan daerah tertua di Kota Samarinda dan juga cikal bakal berdirinya Kota Samarinda di zaman Kesultanan Kutai. Kelurahan Baqa ini berada di sekitar sungai Mahakam, oleh orang Bugis yang menempati daerah tersebut menyebutkan bahwa dahulu banyak tumbuh pohon Baqa atau yang sering disebut buah sukun.
“Saya terinspirasi untuk melestarikan nama kampung tersebut dengan menuangkannya dalam motif batik Baqa, ini agar kampung kami bisa lestari dan dijadikan sebagai kearifan lokal daerah di Samarinda,” ungkap Vivi.
Meski dilanda pandemi selama hampir 2 tahun belakangan ini, Vivi mengaku bersyukur, lantaran tak disangka orderan batiknya semakin meningkat. Tak hanya itu, ia juga harus meluangkan waktu lebih banyak, karena banyaknya peserta didik yang mendaftarkan diri untuk belajar membatik.
“Saya pikir selama pandemi ini bakal kesulitan, ternyata tidak. Saya malah bersyukur sekali. Saya kebanjiran orderan, dan peserta didik,” ucapnya.
Kebanyakan peserta didik yang ia terima berlatar belakang sebagai ibu pekerja kantoran. Vivi memperkirakan, akibat bekerja dari rumah bisa membuat mereka tak betah dan memilih untuk melatih diri dengan membatik. Selain itu mahasiswa pun tak luput dari antrian untuk dibina olehnya.

“Saya pikir mereka sumpek ya bekerja dirumah karena WFH, jadi mendaftar untuk belajar membatik. Tapi karena pandemi, saya harus atur waktu yang benar, kan tidak boleh berkumpul. paling maksimal 6 orang yang bisa saya ajarin dengan waktu 3 jam pertemuan,” ceritanya.
Karena kualitas yang terjaga ini, berdampak pada banyaknya permintaan konsumen terhadap produk Batik Buah Baqa. Meski banyak menerima orderan, Vivi mengaku masih harus dihadapkan dengan berbagai kendala, salah satunya ialah bahan baku untuk membuat batik. Pasalnya, bahan baku batik sulit ditemukan di Kota Samarinda atau di daerah pulau Kalimantan.
“Bahan baku ini masih sulit, karena masih bahan itu, cuma ada di pulau Jawa, seperti Jakarta, Bali, Jogja dan sekitar sana saja. Samarinda tidak pernah saya dapat,” imbuhnya.
Wanita yang murah senyum itu berharap para pengrajin batik di Kota Samarinda agar bisa mendunia. “Harapannya dengan kain batik motif Buah Baqa ini pemakainya akan berkehidupan makmur, hidup sejajar dengan siapapun tanpa ada batas derajat, sehingga terus bermanfaat bagi sesama,” tutupnya. (nin/ob1/ef)