okeborneo.com, Sambut potensi pertukaran budaya ratusan ribu pendatang di Kalimantan Timur sebagai dampak dari pembangunan IKN, Hetifah Sjaifudian Wakil Ketua Komisi X DPR RI tegaskan pentingnya penguatan bahasa-bahasa asli Kaltim. Hal tersebut ia sampaikan dalam program Halo Kaltim RRI Samarinda hari ini (17/3/2022).
Pandangan tersebut senada dengan narasumber lainnya yakni Anang Sentosa yang menjabat sebagai Kepala Kantor Bahasa Provinsi Kaltim dan Dahri Dahlan dari Akademisi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman.
Dilansir dari Kemendikbudristek, saat ini tercatat ada 718 bahasa daerah di Indonesia dengan 25 terancam punah, 6 dinyatakan kritis, dan 11 bahasa telah punah. Salah satu Bahasa Daerah yang disinyalir terancam punah adalah bahasa-bahasa di Kaltim. Bahasa-bahasa di Kaltim dinilai mengalami kemunduran, jumlah penuturnya sedikit dan sebarannya terbatas.
Hetifah Sjaifudian sampaikan urgensi revitalisasi bahasa asli Kaltim jelang pemindahan IKN. “Revitalisasi bahasa daerah wajib dilaksanakan dalam kondisi apapun. Terlebih, setidaknya akan ada 500.000 pendatang baru di Kaltim hingga tahun 2024. Tentu hal ini akan mengekskalasi pertukaran budaya di IKN dan menambah urgensi bahasa asli Kaltim untuk terus direvitalisasi. Jangan sampai tergerus kebudayaan baru,” papar Wakil Rakyat Dapil Kaltim tersebut.
Lebih lanjut, Hetifah optimis bahasa-bahasa Kaltim akan lestari. “Saat ini, 3 Bahasa Kaltim terpilih menjadi bagian dari 38 bahasa daerah yang ditunjuk sebagai ‘Objek Revitalisasi Budaya 2022, 3 Bahasa tersebut adalah Bahasa Kenyah, Bahasa Paser, Bahasa Dialek Kutai Kota Bangun. Langkah baik dalam melestarikan Bahasa asli Kaltim,” tambahnya.
Sementara itu Dahri menyampaikan sifat Bahasa yang sangat terpengaruh situasi zaman. “Contohnya, jika sekarang aktivitas penambangan sangat tinggi, bisa jadi kata dalam Bahasa asli daerah yang berhubungan dengan pertanian menghilang. Hal ini karena kata bertani tidak pernah dipakai lagi. Tentu pembangunan IKN akan sangat mempengaruhi bahasa,” ujarnya.
Selain itu menurut Anang Sentosa bahwa sudah ada berbagai regulasi pusat yang mengatur pelestarian Bahasa. “Diantaranya PP 57 tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, UU Pemerintah Daerah tentang wewenang pemerintah kabupaten dan pusat, serta Permendagri 40 tahun 2017 tentang pedoman bagi kepala daerah dalam pengembangan dan pelestarian bahasa negara dan bahasa daerah,” paparnya.
Anang juga menyampaikan bahwa pihak pemda telah merintis sebuah regulasi terkait pelestarian Blbahasa. “Kami di kantor bahasa tengah menyusun perda yang dapat melindungi bahasa tersebut. Saat ini kami sudah dalam tahap audiensi dengan DPRD Kaltim. Bahasa nasional tegak di IKN namun bahasa daerah harus tetap lestari,” lanjutnya.
Menurut Hetifah, regulasi pusat harus didukung implementasinya oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. “DPRD bisa menjadi pioner dalam mendukung implementasi UU No 24 tahun 2009, utamanya pasal 42 yang menjelaskan peran Pemda dalam melindungi bahasa dan sastra,” ucapnya.
Terakhir, Hetifah dukung berbagai inisiatif program pelestarian Bahasa Kaltim. “Revitalisasi Bahasa tidak akan terjadi tanpa peran serta masyarakat umum. Pak Anang dan Pak Dahri, mari bersama kita buat program untuk masyarakat luas guna lestarikan Bahasa asli Kaltim,” tandasnya. (*/ob1/ef)