okeborneo.com, KUTAI KARTANEGARA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Kartanegara (Kukar) bekerjasama dengan Komite Ekonomi Kreatif (Kekraf) dan gabungan komunitas lainnya pada penggarapan sebuah film berbahasa Kutai yang berlatarkan pandemi Covid-19 berjudul “Layar Retak Untuk May”.
Film yang mengangkat genre drama ini akan melibatkan seluruh komunitas film yang ada di Kutai Kartanegara, bernama Sinema Kukar. Tidak hanya kru, seluruh pemain dan pendukung film pun berasal dari Kutai Kartanegara. Kepala Dinkes Kukar, Dr Martina Yulianti berharap dengan adanya film yang diproduksi secara lokal oleh seniman-seniman film yang ada di Kukar ini dapat menyediakan potret atau rekaman kejadian pandemi Covid-19 di Kukar.
“Kenapa kita memilih film? Karena kalau film bisa memvisualisasikan masalah-masalah rasional dan emosi. Kalau pemberitaan di media massa ya gitu. Tapi film ini kan bisa memotret kehidupan lebih dalam. Kemudian emosi juga bisa ditampilkan gejolakan emosi. Kemudian kesedihan-kesedihan yang ada di dinamika pandemi, beber Yuli sapaan akrabnya kepada awak media pada kegiatan Big Reading di Gedung Kekraf Kukar, Senin (13/2/2022) kemarin.
Yuli menyebutkan Film ini sangat menggambarkan bagaimana yang diketahui bahwa selama masa pandemi ini campur aduk problemanya. Yang walaupun problema ke bencana kesehatan, tetapi dampaknya juga kepada ekonomi, sosial dan merenggut nyawa.
“Ketika merenggut nyawa, maka itu multiplier efeknya luar biasa. Tentu ada kesedihan, kehilangan, kemudian ada dampak dari kehilangan tersebut. Misalnya terdampak ekonomi, kehilangan orang tua dan lain sebagainya,” lanjutnya.
Dengan problema yang campur aduk menjadi satu. Yuli menyebut itu menjadi susah digambarkan dengan hal lain. Tetapi dengan film itu menjadi lebih luas penggambarannya. “Jadi kita punya jejak sejarah bahwa tahun ini pandemi rupanya seperti itu di Kukar. Mungkin nanti juga dunia akan buat seperti itu,” pungkasnya.
Eksekutif Produser Layar Retak Untuk May, Akbar Haka menjelaskan dibalik digunakannya Bahasa Kutai. Yakni dikarenakan tantangan atas sedikitnya populasi orang Kutai yang merantau. Sedangkan kata Akbar, film asal Sulawesi yang full menggunakan bahasa bugis itu meledak.
“Dan itu karena tingginya jumlah orang Bugis yang merantau. Terus saya ngomong ke teman-teman, kenapa tidak. Walaupun ini film lokal di Kukar, seenggaknya kita mulai mentransfer bahasa IKN ke penjuru indonesia yang lain,” terang Akbar.
Sehingga, sebut Akbar disaat masyarakat Indonesia datang, walaupun jutaan jumlahnya konon yang akan datang ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. “Mereka akan berpendapat bahwa seperti ini bahasa di IKN Indonesia, Bahasa Kutai,” urainya.
Untuk saat ini, Akbar juga mengatakan Film ini direncanakan berdurasi 1 jam dan akan diproduksi di bulan Februari 2022 dengan memakan waktu 7 hari. Dan lanjut Akbar, pihaknya menjadwalkan rilisnya pada 2 Mei, yang juga bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional apabila tidak ada halangan dalam pengerjaan.
“Kita akan sewa atau pinjam XXI Samarinda untuk rilis ini. Harapannya kita akan bangun kerjasama. Walaupun ini film pendek, tetapi akan masuk bioskop,” tutup Akbar.
Sutradara Film, Ahmad Faruq Wijaya mengatakan Tim Sinema Kukar ini berisi dari 5 komunitas yang tergabung untuk memproduksi film ini. Untuk tim produksinya terdiri dari 70 orang, dengan mayoritas 99% Anak asli Kukar. Dan itu memiliki tantangan tersendiri bagi dia dan timnya.
“Tantangan selain cerita yang terpisah dari tiga struktur cerita yang berbeda dalam menangkap Covid ini. Menggabungkannya jadi satu itu menjadi tantangan bagi kami menemukan benang-benang biar tidak terasa ganjil,” ucapnya.
Faruq juga mengharapkan dengan diproduksinya film ini. Harusnya Kukar juga dapat mengalahkan teman-teman di Jogja, Jakarta, Bandung. “Sehingga bisa masuk ke skema film nasional. Kita harus ikut Cannes, Toronto (Festival Film Internasional). Jadi akhirnya kita harus gabung ini,” tutupnya. (atr/ob1/ef)