okeborneo.com, SAMARINDA— Salah satu rangkaian perayaan Nyepi umat Hindu di Kota Samarinda adalah mengarak ogoh-ogoh yang melambangkan Bhutakala.
Pada tahun baru Saka 1946 ini, Pura Jagat Hita Karana Samarinda mengarak tiga buah ogoh-ogoh salah satunya Buto ijo dengan perawakan besar bertelanjang dada dengan tubuh berkelir hijau bermahkota emas di kepalanya.
Tangan kiri dan kananya terbuka seolah raksasa itu sedang menari dengan selembar kain putih terikat di jari tengah tangan kananya dengan Kaki kirinya terangkat sementara kaki kanannya menahan beban tubuhnya.
Dengan kuku panjang berwarna hitam dan sorot mata yang tajam ditambah dengan taring serta wajah gelap menakutkan yang melambangkan Bhutakala.
Perwakilan PERADAH Kota Samarinda, Widi (20) mengatakan ogoh-ogoh yang mereka buat melambangkan Bhutakala dan setelah diarak akan dimusnahkan.
“Jadi harapannya energi negatif yang berada di Samarinda pada umumnya dan disekitar Pura pada khususnya akan ikut musnah. Jadi, ogoh-ogoh itu nantinya akan diarak kemudian dibakar,” ucapnya.
Dijelaskan pula PERADAH Kota Samarinda mulai membuat ogoh-ogoh sejak Januari lalu. Dengan Kerangka terbuat dari anyaman bambu yang membentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai Buto Ijo.
Dengan bahan daur ulang dari kertas ,Widi bersama rekan-rekannya melapisi anyaman bambu tadi untuk membentuk Buto Ijo menjadi nyata yang kemudian dikelir untuk mempertegas karakter Buto ijo tersebut.
Widi mengatakan untuk mengarak ogoh-ogoh tersebut dibutuhkan 10-15 orang dewasa karena ogoh-ogoh tersebut cukup berat.
“Tapi, kalau semakin ramai yang angkat, semakin asyik kelilingnya,” tuturnya sembari tertawa.
Saat ogoh-ogoh diarak Baleganjur atau musik tradisional mengiringi sepanjang jalan yang dimainkan oleh PEREDAH Kota Samarinda yang terdiri dari gong, kempur, ceng-ceng, gendang, kawa-kawa sehingga pengarakan ogoh-ogoh semakin meriah.
“PEREDAH Kota Samarinda sangat antusias pada perayaan Nyepi kali ini sebab cukup lama kami tidak berkarya membuat ogoh-ogoh,” katanya.
“Terakhir sekitar 2018 silam kami membuat ogoh-ogoh, dipamerkan pada agenda pawai pembangunan,” sambungnya.
Tradisi tahunan ini tak hanya menjadi rangkaian prosesi umat Hindu Samarinda saja tapi sebagai ajang hiburan masyarakat Samarinda. (bdp)