okeborneo.com, SAMARINDA – Banjir yang melanda kawasan Samarinda Utara pada Jumat (3/9/2021) lalu menimbulkan tanda tanya. Bukan hanya karena dampak yang ditimbulkan lebih besar dari sebelumnya namun juga adanya batubara yang ikut terbawa banjir hingga di perkarangan dan kebun warga yang berada tepatnya di RT 33 kawasan Muang Dalam, Kelurahan Lempake.
Hal ini diduga akibat dari aktivitas pertambangan di kawasan Samarinda Utara yang menjadi hulu Bendungan Benanga menjadi salah satu penyebabnya. Dari penelusuran okeborneo.com sepanjang tepi Jalan Rejo Mulyo dan Ambalut, Muang Dalam tepatnya di kawasan RT 33 dan 47terdapat aktivitas pertambangan.
Warga yang enggan disebut namanya mengatakan jika ada empat pengelola pertambangan di kawasan Muang Dalam. Masing – masing dua berada di Jalan Rejo Mulyo dan di Jalan Ambalut telah berjalan sekitar tiga tahun terakhir ini.
“Beda orang beda bos, setiap lokasi beda-beda. Sebelumnya memang ada perusahaan besar tapi sudah pindah. Kalau ini kecil-kecilan, nggak tau juga perusahaan apa,” ucapnya.
Dijelaskannya mobilisasi batubara biasanya dilakukan pada malam hari. Melintasi Jalan Desa Budaya Pampang.
“Ngangkutnya ya lewat atas (Desa Budaya Pampang). Jalan (Rejo Mulyo) ini dulu ya jalan setapak aja tapi karena tambang jadi besar. Bagus saja, tapi ya dampaknya itu (banjir). Ya ada bagus dan jeleknya lah,” jelasnya.
Warga tersebut menduga aktivitas pertambangan ini menjadi salah satu faktor penyebab banjir yang semakin parah.
“Yah air sini kan asalnya juga dari atas, salah satunya dari Tanah Datar juga baru nanti ke bendungan dan kawasan bawah lain. Yah bener aja banjir di Muang Ilir itu, asalnya dari sini juga,” jelasnya.
Ketua RT 47, Jumain mengatakan jika tidak tahu menahu soal pertambangan yang berada di balik bukit yang tak jauh dari pemukiman.
“Saya nggak tau juga (perusahaan batu bara), nggak kenal juga. Soalnya kita RT ini nggak dikasih tau juga sih. Kalau masalah lamanya yang sekarang ini baru, yang lama itu sudah tutup,” ucapnya.
Saat disinggung soal tumpukan batubara di tepi Jalan Rejo Mulyo, Jumain menjelaskan sebelumnya memang ada truk pengangkut yang mengalami patah as roda. Sehingga, batu bara ditaruh di tepi jalan. Namun, dirinya tak mengetahui kapan dan dari mana asal emas hitam tersebut.
“Kurang tau juga dari kapan, kalau dari mananya mungkin juga dari tambang sekitar tapi nggak tau pasti,” ucapnya.
Diakuinya selama ini tak pernah mengadukan aktivitas pertambangan ke Kelurahan maupun Kecamatan. Termasuk mempertanyakan legalitas perusahaan disebabkan takut terlibat jauh terkait pertambangan dan disalahartikan warga.
“Nggak ada lapor, saya memang engga mau tau soal itu yang penting masyarakat engga ada komplain. Mungkin ada uang bising debunya, jadi masyarakat menikmati juga lah,” pungkasnya. (bdp/ob1/ef)