okeborneo.com, KUTAI KARTANEGARA – Sebuah langkah unik tengah digagas Pemerintah Kelurahan Maluhu, Kecamatan Tenggarong. Warga yang datang mengurus administrasi, nantinya tidak hanya membawa berkas, tetapi juga membawa sampah rumah tangga—seperti botol plastik, gelas bekas, atau kardus.
Gagasan tersebut muncul sebagai bagian dari inovasi pengelolaan sampah Maluhu yang dikembangkan sejalan dengan semangat membangun kesadaran lingkungan di masyarakat. Lurah Maluhu, Tri Joko Kuncoro, menyebut kebijakan ini bukan sekadar ide formal, tetapi strategi edukatif untuk mengubah cara pandang warga terhadap sampah.
“Wacana ini masih kami sosialisasikan. Intinya, kami ingin membiasakan warga membawa sampah bernilai guna setiap kali datang ke kelurahan. Botol plastik, kertas bekas, atau barang daur ulang lain bisa dikumpulkan,” ujarnya kepada okeborneo.com.
Tri Joko menjelaskan, kebijakan ini juga terkait dengan pembentukan Bank Sampah Kelurahan Maluhu yang saat ini masih dalam tahap perumusan sistem. Bank sampah tersebut akan menampung hasil pengumpulan dari warga yang datang mengurus administrasi, sehingga kegiatan pelayanan publik sekaligus menjadi momentum edukasi lingkungan.
“Bank Sampah Maluhu masih dalam tahap perancangan. Tapi kami ingin sistemnya benar-benar melibatkan masyarakat, bukan hanya proyek sesaat,” tambahnya.
Menurutnya, kebiasaan kecil seperti membawa sampah sendiri bisa menumbuhkan kedisiplinan baru dalam memilah dan mengelola limbah rumah tangga. Warga akan terbiasa menilai bahwa setiap sampah memiliki potensi ekonomi, bukan sekadar barang buangan.
“Kalau ini berjalan, kami yakin Maluhu bisa jadi contoh kelurahan yang menerapkan pelayanan publik ramah lingkungan. Ini langkah kecil, tapi berdampak besar,” kata Tri Joko.
Inovasi tersebut disambut positif oleh warga. Mereka menilai langkah itu sebagai cara kreatif menumbuhkan tanggung jawab bersama dalam menjaga kebersihan. “Kalau semua ikut, kelurahan jadi bersih, dan warga pun terbiasa memilah sampah,” ujar salah satu warga Maluhu.
Pemerintah kelurahan berencana mengintegrasikan program ini dengan kegiatan edukasi di sekolah dan kelompok masyarakat, agar kesadaran lingkungan tidak berhenti di tingkat individu, tetapi tumbuh menjadi budaya bersama.
“Kami ingin gerakan ini menular ke semua lapisan masyarakat. Kalau bisa dimulai dari kelurahan, maka gerakan ini akan lebih mudah diterapkan di tingkat RT dan sekolah,” pungkas Tri Joko. (adv/dlhkkukar/atr)








