Menu

Mode Gelap

Sosial · 16 Sep 2024 10:32 WIB

Aji Imbut, kisah heroik persatuan Kutai-Bugis-Paser melawan VOC (Belanda) dan Kesetiaan pasukan Bugis-Wajo mengawal marwah Trah Kesultanan Kutai Kartanegara, hingga pendirian Kota Tenggarong.


 Aji Imbut, kisah heroik persatuan Kutai-Bugis-Paser melawan VOC (Belanda) dan Kesetiaan pasukan Bugis-Wajo mengawal marwah Trah Kesultanan Kutai Kartanegara, hingga pendirian Kota Tenggarong. Perbesar

Menetes air mata akan masa depan tanah ini, jika mengingat dari tanah ini lah kita dilahirkan, dibesarkan dan akhirnya dikebumikan.

Foto saya di depan makam Aji Imbut (Sultan Muslihudin, sultan Kutai ke 14), anak dari Sultan Idris dan Puteri Aji Puteri Agung (anak dari Sultan Wajo La Madukelleng dan Puteri Andeng Ajeng dari Kerajaan Paser).

Sejarahnya, Sultan Aji Muhammad Idris (bergelar Darise Daenna Parasi Petta Kutai Petta Matinro ri Kawanne) yang merupakan menantu Sultan Wajo Lamadukelleng berangkat ke Wajo, Sulawesi Selatan, untuk bertempur melawan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.

Pada 1739, Sultan Aji Muhammad Idris gugur di medan laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadinya perebutan takhta kerajaan oleh Aji Kado. Putra mahkota kerajaan, Aji Imbut, saat itu masih kecil. Dia kemudian dilarikan ke Wajo.

Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.

Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putra mahkota yang sah dari Kesultanan Kukar kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan kerabat istana yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin.

Penobatan Sultan Aji Muhammad Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang (Samarinda seberang). Sejak itu, dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.

Perlawanan berlangsung dengan siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan VOC. Namun, VOC tak memehuni permintaan bantuan Aji Kado tersebut.

Pada 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibu kota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di Istana Kesultanan Kukar. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut lalu memindahkan ibu kota Kesultanan Kutai Kartanegara keTepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. Perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya.

Dalam proses perjalanan melewati Sungai Mahakam mencari ibu kota pemerintahan yang tepat, Aji Imbut sempat bermalam di daerah Gersik (di kawasan Desa Perjiwa saat ini), sebelum memilih ibu kota Kesultanan Kutai Kartanegara di Tepian Pandan.

Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja. Lama kelamaan, Tangga Arung lebih populer dengan sebutan Tenggarong dan bertahan hingga kini.

Berdasarkan legenda Orang Dayak Benuaq dari kelompok Ningkah Olo, nama/kata Tenggarong menurut bahasa Dayak Benuaq adalah ‘Tengkarukng’ berasal dari kata tengkaq dan bengkarukng.

Tengkaq berarti naik atau menjejakkan kaki ke tempat yang lebih tinggi (seperti meniti anak tangga). Sementara, bengkarukng adalah sejenis tanaman akar-akaran.

Ketika sekelompok orang Benuaq (mungkin keturunan Ningkah Olo) menyusuri Sungai Mahakam menuju pedalaman mereka singgah di suatu tempat di pinggir tepian Mahakam dengan menaiki tebing sungai Mahakam melalui akar bengkarukng.

Itulah sebabnya disebut Tengkarukng oleh aksen Melayu, kadang ‘keseleo’ disebut Tengkarong dan lama-kelamaan penyebutan tersebut berubah menjadi Tenggarong. Perubahan tersebut disebabkan bahasa Benuaq banyak memiliki konsonan yang sulit diucapkan oleh penutur yang biasa berbahasa Melayu/Indonesia

Pada 1838 Aji Imbut mangkat dan digantikan oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin. Aji Imbut dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, sebelah Museum Mulawarman Tenggarong.

Namanya juga diabadikan sebagai nama Gelanggang Olah Raga (GOR) di Tenggarong, yakni GOR Aji Imbut.

Ditulis oleh Aji Muhammad Dudi Hari Saputra.

Artikel ini telah dibaca 174 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Sinergi Program Pelindungan Kebudayaan di Kaltim, Hetifah : Bentuk keseriusan pemerintah, dalam upaya memajukan kebudayaan

26 September 2024 - 20:31 WIB

Panitia Deklarasi Bapaslon Bupati Kukar Meminta Maaf Atas Kemacetan yang Terjadi di Jembatan Kartanegara

21 September 2024 - 17:52 WIB

Kaltim Raih Medali Perak Kreativisia 2024, Anugrah: Berkat Sape’ dari Limbah Kayu Munggur

5 September 2024 - 16:12 WIB

GM FKPPI Kaltim Gelar Musda ke – X Guna Peningkatan Kaderisasi

4 Agustus 2024 - 11:52 WIB

Dukungan Hetifah Bagi Pelaku Musik Melalui Tenggarong Reggae Fest

3 Agustus 2024 - 18:13 WIB

PWI Kukar Gelar Open Turnamen PUBG dalam Rangka HUT RI ke-79

3 Agustus 2024 - 17:12 WIB

Trending di Sosial