okeborneo.com, SAMARINDA – Meningkatnya harga mineral logam acuan dan harga batubara acuan untuk bulan Januari 2022 sesuai Kepmen ESDM No 8.K/MB.01/MEM.B/2022,Komoditas batubara satuan 158,50 USD/Ton, membuat para penambangan batubara di Samarinda, Kalimantan Timur, semakin menggila.
Kawasan komplek Tempat Pemakaman Umum (TPU) Raudhatul Jannah pemakaman korban Covid-19 dan pemakaman Tionghoa yang berada di Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda terancam oleh aktivitas mineral tersebut.
Berdasarkan pantauan okeborneo.com di lapangan, Sabtu (12/2/2022) kemarin, dua excavator sedang aktif mengeruk lapisan tanah untuk menggali batubara sementara itu tampak jelas tumpukan batubara berada didepan gerbang masuk pemakaman covid-19, yang hanya berjarak sekitar kurang lebih 50 meter.
Selain itu, tampak dua tumpukan batubara besar mulai mengeluarkan asap. Tumpukan besar, tepat berada di seberang gerbang masuk TPU pemakaman covid-19, sedangkan tumpukan kecil tepat berada di bawahn tumpukan besar.
Tepat di dalam lokasi pengerukan batubara terlihat juga dua truk warna putih yang sedang parkir serta dua alat berat.
Kemudian okeborneo.com kembali melakukan penelusuran lebih dalam dan masih di kawasan komplek pemakaman tepatnya di ujung Jalan Giri Mukti RT 17, 18, 19 Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Samarinda Utara, hanya berjarak 15 meter dan ketinggian kurang lebih 25 meter dari pemakaman aktivitas penambangan tampak jelas dua excavator itu sedang melakukan aktivitas dan tak jauh dari sekolah SMK Negeri 18 Samarinda.
Jadi lokasi pertambangan ini berada di antara pemukiman warga,komplek pemakaman Serayu tanah merah bahkan dibawah sekolahan yang tentunya menjadi rawan terjadi bencana.
Salah satu pekerja di pemakaman covid-19 yang enggan disebutkan namanya, mengatakan jika tumpukan batubara tersebut belum melakukan hauling keluar area Serayu.
“Belum ada diangkut, itu batunya ada sekitar setengah bulan, kalo kerjanya mulai dua bulanan. Mereka tidak setiap hari kerjanya, sepertinya ini juga melanjutkan yang dulu, yang sudah ada kelihatan batunya,” terangnya.
“Tetapi, yang kerjain sepertinya bukan orang yang dulu, ini baru lagi. Ini lahannya punya masyarakat, jadi susah, karena sudah dikasih uang, mereka tidak memikirkan dampaknya,” sambungnya.
Ia juga mengatakan jika pemilik batubara tersebut sering datang untuk melihat pertambangannya.
“Hampir setiap hari datang, ada lima excavator disitu, ya itu punya dia sendiri, kalau truk ada dua unit dan biasanya pengerjaan dilakukan jam 10 malam karena diprotes warga, jadi mereka kerjanya ya santai, dan lokasinya juga persis dibelakang rumah warga (di bawah),” ungkapnya.
“Jadi, ini ada dua titik lokasi di depan (gerbang pemakaman covid-19), sama di bawah dekat SMK 18, yang di sekolah ini sudah ada lubangnya, dikeruk sama mereka,” sambungnya lagi.
Pria tersebut juga mengatakan jika lokasi ini pun kerap didatangi aparat keamanan dan instansi pemerintahan.
“Iya mereka datang, naik sebentar saja untuk melihat aktivitas disitu (batubara). Kalau kami tidak mengurusi itu,kami di pemakaman saja,” ucapnya.
Dikatakannya pula sekitar dua atau tiga mobil double cabin dari perusahaan selalu berpatroli dan jika dilihat mobil pemilik perusahaan itu berjenjang Toyota Innova berwarna coklat gelap.
Sementara itu keterangan salah satu pengurus makam juga menjelaskannya jika aktivitas tersebut sudah berlangsung kurang lebih empat bulan belakangan terakhir.
“Sudah sekitar empat bulanan, tetapi kalau tumpukan batunya sekitar dua bulanan disitu dan juga ada pemakaman warga dekat aktivitas penambangan,” sambungnya.
Ia berkata jika belum ada aktivitas hauling yang dilakukan dan tumpukan batubara tersebut sudah lama berada disitu.
“Belum hauling, mungkin masih menunggu pembelinya. Kalau pun hauling dia pasti lewat dalam itu lewat SMK 18 yang sejak 2019 sudah tidak digunakan, karena itu ada jalan haulingnya, tembusnya ya dekat Jalan Poros Samarinda-Bontang, tidak jauh dari posko 7 Disdamkar,” pungkasnya. (bdp/ob1/ef)