okeborneo.com, SAMARINDA — Jalan panjang RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan) untuk menjadi UU TPKS yang disahkan oleh DPR RI disambut gembira oleh para aktivis perempuan, salah satunya adalah Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri Cabang Samarinda.
Ketua Kopri PC PMII Samarinda, Fatimah mengatakan UU TPKS ini sejak awal sudah dikawal Kopri sejak diajukan hingga akhirnya disahkan DPR RI.
“Ini berawal saat kita melihat tindakan kekerasan seksual ataupun pelecehan seksual secara digitalisasi yang saat ini dapat dilihat tanpa perlu observasi, karena hampir setiap hari dapat kita lihat di sekitar kita,” ucapnya.
Fatimah memberikan contoh seperti pada saat kasus oknum polisi di Pasuruan berpacaran namun berakhir pacarnya meninggal dunia dan ada kasus pemilik pesantren yang menggauli muridnya dan banyak lagi.
Diungkapkan Fatimah, dari keterangan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mencatat Kaltim memiliki sekitar 300-an kasus berkaitan PPA sejak awal 2021.
“Untuk Samarinda, menempati posisi teratas kasus terbanyak dan ratusan kasus itu terjadi selama 5 bulan terakhir hingga Mei 2021,” katanya.
“Jadi, pengesahan UU TPKS ini menjadi solusi dan ruang aman bagi korban dan menjadi tanggung jawab kita bersama,” sambungnya
Lebih lanjut dijelaskan Fatimah, UU TPKS ini tidak hanya mengatur tindak pidananya tetapi juga mengaturnya perlindungan korban serta mengatur bagaimana perlindungan dan pemulihannya.
Ditegaskan Fatimah, Kopri PC PMII Samarinda melalui pergerakan mahasiswa mengimbau masyarakat ataupun mahasiswa berani bersuara atau melaporkan jika terjadi kasus kekerasan seksual.
“Kerena kasus kekerasan seksual ini setiap tahunnya dari data yang kami baca terus meningkatkan. Jadi secara keseluruhan sistem hukum yang ada kemarin sebenarnya belum memberikan jaminan keamanan, bahkan jaminan penghapusan tindakan kekerasan seksual yang mencakup perlindungan, pencegahan, dan pemulihan serta pemberdayaan korban,” bebernya.
“Jadi itulah mengapa peraturan UU TPKS ini lahir, sebab pada peraturan sebelumnya melihat tindakan kekerasan seksual dapat menimbulkan kegaduhan dan merusak ketentraman masyarakat,” ungkapnya.
Kopri PC PMII Samarinda, lanjut Fatimah, juga telah beraudensi bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda dan mengajak bekerjasama untuk mensosialisasikan bagaimana korban ini dapat melapor jika terjadi kekerasan ataupun pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak.
“Kami juga ingin UU TPKS ini diaplikasikan dengan baik dan menciptakan ruang aman,karena kesejahteraan dan keamanan manusia menjadi tanggung jawab bersama,” ujarnya.
“Karena kita pergerakan mahasiswa jadi kita bergerak dari kampus-kampus, Jadi kita pakai tanda pagar #laporkekami dan itu akan berkerja dengan dinas,” tambahnya.
Jadi,ada tahapannya dan Kopri PC PMII Samarinda sebagai mediator korban dan akan membuat MoU kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Jadi #laporkekami Kopri PC PMII Samarinda,” tutupnya. (bdp/ob1/ef)