okeborneo.com, SAMARINDA — Salah satu komoditas yang paling diburu oleh semua lapisan masyarakat terutama kaum emak-emak Kota Tepian. Minyak goreng masih sulit didapatkan karena perilaku panic buying masyarakat yang semakin menjadi-jadi bahkan rela mengantre berjam-jam di minimarket.
Akibat prilaku masyarakat ini Unit Ekonomi Khusus (Eksus) Satreskrim Polresta Samarinda melakukan penelusuran di berbagai pasar modern serta pusat grosir yang ada di kota tepian dan mengungkapkan bahwa kelangkaan minyak goreng terjadi karena masyarakat panic buying.
Kanit Eksus, Iptu Reno Chandra Wibowo mengatakan ketersediaan minyak goreng ini sebenarnya ada saja tapi stok menipis.
“Namun bisa dipastikan pada akhir Maret nanti ada distribusi minyak goreng ke Samarinda. Sehingga menjelang Ramadan nanti, ketersediaan minyak goreng aman,” ungkapnya.
Jadi, dari penelurusan unit eksus, lanjut Reno, masyarakat cenderung memilih minyak goreng kemasan dengan merek tertentu, yang biasa mereka gunakan.
“Kemungkinan masyarakat kurang yakin dengan kualitas dari merek lain bahkan minyak curah sekalipun,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya,selain faktor tersebut panic buying di kalangan masyarakat ini yang membuat masyarakat berburu dan menyerbu minimarket serta pusat grosir.
“Jadi kami imbau kepada supermarket dan ritel agar masyarakat yang ingin membeli minyak goreng, untuk per satu KTP (Kartu Tanda Penduduk) hanya bisa membeli 2 liter,” tandasnya.
“Namun Itu hanya imbauan, tidak ada di peraturan. Ini dilakukan agar semua masyarakat mendapatkan minyak goreng,” sambungnya.
Reno juga mengungkapkan aparat kepolisian hingga saat ini belum mendapatkan adanya indikasi terjadinya penimbunan oleh oknum-oknum tertentu.
“Meski begitu, kami akan terus melakukan pengawasan terhadap distributor, supermarket dan ritel agar tidak terjadi penimbunan di gudang,” tandasnya.
Disinggung mengenai pedagang yang menjual diatas Harga Eceran Tertinggi (HET), Reno mengatakan pihaknya juga dilema.
“Karena warung-warung kecil itu kan membeli dari supermarket, dan keuntungannya kecil juga.Artinya dia nyari untung di atas harga HET-kan, kasian kalau kita tangkap karena mereka orang kecil,” jelasnya.
“Itu juga yang jadi kendala kami. Jadi kami fokusnya kepada penimbun, atau yang memainkan harga tapi tinggi sekali. Kalau masih di ritel jual 14.000 kemudian di warung kecil jual di angka 14.500 sampai 15.000 itu anggap saja rezeki buat dia lah,” pungkasnya. (bdp/ob1/ef)