okeborneo.com, KUTAI KARTANEGARA – Dari 193 Desa di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), masih ada sebanyak tujuh desa yang berstatus desa tertinggal. Hal ini tentu menjadi fokus utama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dalam menuntaskan dengan meningkatkan status desa tersebut.
Hal ini ditegaskan Kepala DPMD Kukar, Arianto bahwa dirinya bersama jajaran berupaya agar di akhir tahun 2022 atau tahun 2023, Kukar akan berstatus Nol Desa Tertinggal.
“Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM). Sudah ada indikator ketahanan lingkungan, sosial, ekonomi. Yang nantinya akan diuraikan apa saja dan berapa instrumen yang sudah. Apa sih penyebabnya yang kurang sehingga indikator itu lemah,” ungkap Arianto, Senin (5/4/2022) kemarin.
Arianto mengatakan indikator-indikator tersebut dimiliki tujuh desa tertinggal di Kukar. Selain lingkungan, sosial dan ekonomi. Adapun keterbatasan dana, hingga terbatasnya infrastruktur yang berpengaruh ke pendidikan dan kesehatan masyarakat desa tertinggal.
“Kadang ada yang tidak maksimal, misalkan tenaga kesehatan yang kurang. Sarana prasarana yang masih belum memenuhi standar, sehingga dalam menginput data dianggap tidak ada. Ini yang mau pihaknya benahi,” terangnya.
Arianto menegaskan hal ini akan menjadi bahan diskusi pihaknya yang nantinya akan dievaluasi. Dan juga nantinya akan dikunjungi langsung bersama pendamping lokal desa. Terlebih juga kebutuhan masyarakat, mulai dari pendidikan, program air bersih dan kesehatan.
“Salah satunya bagaimana nanti bidang kesehatan kita intervensi di kegiatan posyandunya, tenaga medisnya. Target kami setiap desa itu ada tenaga medis 1 perawat dan 1 bidan. Secepatnya akan kita penuhi. Sehingga indikator sosialnya terpenuhi, dan otomatis angka IDMnya naik. Sama halnya dengan PAUD dan PDAM,” jelasnya.
Tujuh desa ini tergabung dari Kecamatan Marang Kayu, Muara Kaman, Tabang, dan Kota Bangun. Dan ini direncanakan bila bisa rampung pada akhir tahun ini.
“Ini kan data sudah ada, sudah dilakukan evaluasi. Nanti akan kami koordinasikan dengan pihak-pihak terkait. Kalau misalnya bisa diintervensi di perubahan, ya akhir tahun. Kalau IDM ini kan concern Kemendes melalui pendamping desa, jadi mereka punya semacam sistem pengukuran satu desa melalui survei IDM itu. Kita di DPMD menggunakan data itu untuk intervensi percepatan pembangunan desa kita,” pungkasnya. (atr/ob1/ef)